Thursday, 22 July 2010
Mengawali Kebangkitan Ummat dengan DaKwah Sirriyah
Realita Keterpurukan di Makkah.
Seperti yang sudah diketahui bahwa kotaMakkah merupakan pusat agama bagi bangsa Arab. Di sana terdapat para pengabdi Ka'bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab. Untuk mencapai sasaran perbaikan yang memadai terhadap kondisi yang ada nampaknya akan bertambah sulit dan keras jika jauh dari jangkauan kondisionalnya. Karenanya, kondisi tersebut membutuhkan tekad baja yang tak mu-dah tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana yang menimpa; maka adalah bi-jaksana dalam menghadapi hal itu, Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam memulai da’wah secara sirri (sembunyi-sembu-nyi) agar penduduk Makkah tidak dikagetkan dengan hal yang (bisa saja) memancing emosi mereka.
Gelombang Pertama Penerima Da’wah
Sudah menjadi suatu hal yang lumrah danalami jika Rosululloh shalallohu alaihi wa sallammenyampaikan da’wah rahasianya itu kepada orang yang paling dekat dengannya, baik dari keluarga maupun teman-teman dekat yang dikenalnya.
Dari upaya da’wah sembunyi-sembunyi itu Beliau berhasil mengajak sang isteri (Khodijah rodhialallohu ‘anha ). Bahkan ulama telah berijma’ bahwa Khodijah adalah orang pertama sekaligus wanita pertama yang masuk Islam, kemudian disusul Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu (putra paman Beliau yang masih belia), dan Zaid bin Haritsah (seorang budak yang kemudian menjadi anak angkat). Lalu Rosululloh shalallohu alaihi wa sallamjuga berhasil mengajak Abu Bakarrodhiallohu ‘anhu.
Kemudian tanpa menunda-nunda, Abu Bakar pun segera bangkit dan bergiat dalam menda’wahkan agama Islam. Dia adalah sosok laki-laki yang lembut, disenangi, fleksibel dan berbudi baik. Para tokoh kaumnya selalu me-ngunjunginya dan sudah tidak asing dengan kepribadiannya karena keintelekan, kesuksesan dalam berbisnis dan pergaulannya yang luwes. Dia terus berda’wah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berin-teraksi dan bermajelis dengannya.
Berkat hal itu -ba’dallohi ta’ala-, maka masuk Islam lah 'Utsman bin 'Affana al-Umawi,az-Zubair bin al-'Awam al-Asadi, 'Abdurrah-man bin 'Auf, Sa'd bin Abi Waqqash az-Zuhri-yan dan Thalhah bin 'Ubaidillah at-Timi. Ke-delapan orang inilah yang terlebih dahulu ma-suk Islam dan merupakan (As-Sabiquun al-Awwaluun)gelombang pertama dan palang pintu Islam. Selain itu tercatat pula golongan yang pertama kali masuk Islam dari hasil da’-wah sembunyi-sembunyi yang dilakukan Rosululloh shalallohu alaihi wa sallamdan para shahabatnya, diantaranya adalah Bilal bin Rabah al-Habasyi, kemudian diikuti oleh Abu 'Ubaidah 'Amir bin al-Jarrah yang berasal dari suku Bani al-Harits bin Fihr, Abu Salamah bin 'Abdul Asad, al-Arqam bin Abil Arqam, 'Utsman bin Mazh'un beserta ke-dua saudaranya yakni; Qudamah dan 'Abdullah, 'Ubaidah bin al-Harits bin al-Muththalib bin 'Abdu Manaf, Sa'id bin Zaid al-'Adawy dan isterinya yakni; Fathimah binti al-Khaththab al-'Adawiyyah (saudara perempuan dari 'Umar bin al-Khaththab) serta banyak lagi selain me-reka. Mereka semua terdiri dari suku Quraisy, bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40 orang.
Ibnu Ishaq berkata, "Kemudian banyak orang yang masuk Islam secara berbondong-bondong, baik laki-laki maupun wanita sampai akhirnya tersiarlah gaung "Islam" di seantero Makkah dan mulai banyak menjadi bahan per-bincangan orang.” (Sirah Ibnu Hisyam, 1/245-262)
Mereka semua masuk Islam secara sem-bunyi-sembunyi. Maka cara yang sama pun dilaklukan oleh Rosululloh shalallohu alaihi wa sallamdalam pertemuan beliau dengan pengarahan agama dan penggem-blengan di rumah Arqom bin Abil Arqom di Makkah. Adapun ketika itu Wahyu telah turun secara berkesinambungan dan memuncak se-telah turunnya permulaan surat al-Mudatstsir.
Ayat-ayat dan penggalan-penggalan surat yang turun pada masa ini merupakan ayat-ayat pen-dek; memiliki pemisah-pemisah yang indah dan valid, senandung yang menyejukkan dan memikat seiring dengan suasana suhu domestik yang begitu lembut dan halus. Ayat-ayat ter-sebut membicarakan solusi memperbaiki pe-nyucian diri (tazkiyatun nufuus), mencela pe-ngotorannya dengan gemerlap duniawi dan menyifati surga dan neraka yang seakan-akan terlihat oleh mata kepala sendiri. Juga, meng-giring kaum Mukminin ke dalam suasana yanglain dari kondisi komunitas sosial kala itu.
Termasuk wahyu pertama yang turun ada-lah perintah mendirikan shalat. Ibnu Hajar berkata: "sebelum terjadinya Isra', Beliau shalallohu alaihi wa sallamsecara qath'i pernah melakukan shalat, demi-kian pula dengan para sahabat. Akan tetapi yang diperselisihkan; apakah ada shalat lain yang telah diwajibkan sebelum (diwajibkan-nya) sholat lima waktu ataukah tidak? Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang telah diwajibkan saat itu hanyalah dua waktu sholat, yaitu sebelum terbit dan terbenamnya mata-hari."(Sirah Nabawiyah, shofiyurrahman al-Mubarakfuri, hal. 93)
Faidah Siroh
Dari kisah ini maka kita bisa ambil bebe-rapa pelajaran, bahwasanya seorang da’i dalamda’wahnya hendaknya memperhatikan kondisi maysarakat yang menjadi objek da’wahnya, jika memang tidak memungkinkan untuk da’wah secara terang-terangan di sana, maka tak ada salahnya ia menempuh jalan da’wah secara ra-hasia dan bersabar dalam memetik hasil. Hal ini sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam di saat yang tidak memungkinkan untuk da’wah secara terang-terangan.
Selain itu, seorang da’i hendaknya tidak tertipu oleh bisikan setan yang membuatnya ragu untuk memulai da’wah dengan alasan mi-nimnya ilmu. Hal ini bisa kita perhatikan ba-gaimana Abu bakar yang baru masuk Islam, ternyata ia sudah berhasil mengajak beberapa orang sahabat untuk masuk ke dalam Islam tanpa harus menunggu banyaknya ilmu yang ia miliki.
Kisah ini juga menunjukan betapa besarnyaperhatian Islam terhadap wanita, dimana kaum wanita lah yang pertama kali diseru oleh Rosu-lulloh, dan wanita lah yang pertama kali masukIslam. Jika Islam tidak memperhatikan wanita, tentu Rosululloh tidak menjadikan Khodijah sebagai sasaran pertama da’wahnya. (Fikih Siroh, DR. Zaid ‘Abdul Karim az-Zaid, hal, 132-137)
sumber:http://www.hasmi.org
Kemuliaan Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam
memiliki keistimewaan dalam tabi’at yang manis, akhlaq yang mulia dan sifat-sifat yang terpuji. Beliau merupakan orang yang paling utama dari sisi muru’ah (penjagaan kesucian dan kehormatan diri), paling menyenangkan dalam bertetangga, paling besar tingkat lemah-lembutnya, paling jujur bicaranya, paling semangat dalam hal kedermawanan, paling menepati janji serta paling amanah sehingga Beliau dijuliki oleh kaumnya dengan al-Amiin (orang yang terpercaya). Hal itu semua lantaran bertemunya kepribadian yang shalih dan pekerti yang disenangi. Disamping itu, Beliau pun tidak pernah meminum khomer, tidak pernah makan daging yang dipersembahkan bagi berhala, tidak pernah menghadiri perayaan-perayaan untuk berhala, bahkan sejak pertumbuhannya Beliau sudah menghindari dan membenci segala sesembahan yang bathil. (Shofiyurrahman Al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum)
Tidak dapat disangkal lagi bahwa berkat takdir Ilahi-lah Beliau dapat terjaga dari perbuatan tercela, manakala hawa nafsu menggebu-gebu untuk mengintai sebagian kenikmatan duniawi dan rela mengikuti sebagian tradisi tak terpuji, ketika itulah ‘Inaayah rabbaniyyah menghalanginya dari hal-hal tersebut. Inilah hasil dari penjagaan yang Alloh subhanahu wa ta’ala berikakan kepada seorang manusia yang sudah dipersiapkan untuk menjadi sosok perubah dan pembangkit ummat. Semua kemuliaan yang Beliau dapatkan itu tidak lepas dari bimbingan yang Alloh subhanahu wa ta’ala berikan sejak Beliau dilahirkan. Diantara bentuk bimbingan Alloh subhanahu wa ta’ala yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian Beliau adalah sebagai berikut;
1. Alloh subhanahu wa ta’ala telah menakdirkan Beliau lahir dari suku terhormat, sehingga Beliau pun menjadi orang yang terhormat, dan beliau sangat menjaga kehormatan dirinya. Sebab masyarakat Arab ketika itu sangat memperhatikan nasab keturunan seseorang, dan mereka sangat menghormati orang yang bernasab mulia.
2. Alloh subhanahu wa ta’ala menakdirkan Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim. Sehingga dengan demikian Beliau lebih respon dengan nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan anak-anak lainnya, dan dengan keadaan yatimnya Beliau inilah maka peranan tarbiyah sang ayah langsung diambil alih oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Hal inipun sebagaimana yang dinyatakan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala kepada Musaalaihi sallam, Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman: “…dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku” (QS. Thaha: 39)
Dengan demikian, Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam sholallohu alaihi wa sallam sama sekali tidak mendapat didikan Jahiliyah dari ayahnya, melainkan langsung ditarbiyah dan dibimbing oleh Dzat yang Maha Bijaksana, yakni Alloh subhanahu wa ta’ala. (Munir al-Ghodban, Fiqhussiroh An-Nabasiyah, hal. 48)
1. Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam sejak kecil telah disusui oleh Halimah as-Sa’diyah di bani Sa’d. Wilayah tersebut sangat jauh dari kota Makkah, sehingga Beliau terhindar dari racun pergaulan kota, terlebih lagi kota Makkah ketika itu kerap didatangi oleh banyak orang dari berbagai penjuru dunia, mereka datang untuk menunaikan haji, berdagang dan lain sebagainya. Kondisi tersebut tentu sangat berpotensi mengotori pergaulan dan moral.(Dr. Zaid bin Abdul Karim, Fikih Siroh, hal. 60)
2. Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam telah terbiasa hidup mandiri, sebab Beliau hidup bersama Ibunya hanya sampai berumur 6 tahun, dikarenakan Ibunda Beliau wafat sepulang dari ziarah ke makam suaminya (Abdullah) yang terletak di Madinah. Setelah ditinggal sang Ibu, Beliau kemudian hidup bersama sang kakek (Abdul Muththolib), namun ketika beliau berusia 8 tahun 10 hari, kakek Beliau pun wafat di Makkah, yang akhirnya Beliau hidup bersama sang paman (Abu Tholib) dan ikut berdagang bersamanya.
Itulah rangkaian peristiwa luar biasa yang telah dialami oleh Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam ketika usianya masih sangat kecil, sehingga dengan hal ini Beliau pun tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki sifat mulia. Maka dari kisah tersebut dapat kita ambil faidah bahwa seseungguhnya pendidikan di usia dini merupakan faktor yang dapat mempengaruhi jiwa militansi seseorang, bahkan para pahlawan Islam ilmiyah maupun pahlawan jihad yang hingga kini namanya tertulis dalam tinta emas pun mayoritasnya adalah hasil tarbiyah yang diperolehnya sejak kecil dari para orang tua, guru, dan lingkungan mereka. Dan dari kisah ini pula hendaknya seorang da’i dapat mengambil faidah bahwa kemuliaan akhlaq sangatlah penting untuk dimiliki setiap da’i dalam mengusung dakwah kemurnian, sehingga di samping memperbaiki ummat, iapun harus senantiasa memperbaiki dirinya, sebagaimana Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam pun adalah sosok da’i yang paling sempurna akhlaknya.
sumber :http://www.hasmi.org
Menteri Lingkungan Hidup Inggris: Cadar adalah Kemuliaan Kaum Perempuan

Sebelumnya, Menteri Imigrasi Inggris Damian Green berkomentar bahwa larangan mengenakan cadar tidak selaras dengan karakter negara Inggris yang menjunjung sikap toleransi dan saling menghormati di kalangan masyarakatnya. Ia juga yakin dan tidak mengharapkan parlemen Inggris akan memberlakukan larangan mengenakan cadar seperti yang diberlakukan negara Perancis.
Sejalan dengan pernyataan Green, Menteri Lingkungan Hidup Inggris mengatakan bahwa perempuan yang mengenakan cadar adalah perempuan yang berdaya dan bermartabat. "Mengenakan cadar merupakan pilihan hidup mereka sendiri," kata Caroline di tengah pro kontra larangan cadar yang mulai mencuat di Inggris.
Dalam acara "Sunday Live" di stasiun televisi Sky News, Spelman mengatakan bahwa kaum perempuan berhak memutuskan apa yang ingin dikenakannya dan larangan mengenakan cadar "bukanlah ciri dari negeri ini." Ia juga menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Afghanistan, yang membuatnya memahami bahwa mengenakan cadar merupakan kemuliaan bagi kaum perempuan.
"Buat mereka, mengenakan cadar memberikan mereka kemuliaan. Itu pilihan mereka sendiri, memilih untuk keluar rumah dengan mengenakan burka (busana muslimah longgar yang menutupi seluruh tubuh dan dilengkapi dengan cadar). Saya memahami ada perbedaan dengan budaya di negara saya, tapi faktanya di Afghanistan kaum perempuan bebas untuk memilih ... apakah akan mengenakan burka atau tidak," tutur Spelman, salah satu menteri senior di kabinet pemerintah Inggris.
"Saya tidak mau, sebagai perempuan tinggal di negeri yang mengatur busana apa yang boleh dan tidak boleh saya kenakan. Salah satu hal yang kita banggakan di negeri ini, adalah kebebasan, diantaranya kebebasan untuk memiih apa yang akan Anda kenakan," tandas Spelman seperti dikutipDaily Telegraph.
"Jadi, melarang cadar sangat bertolak belakang dengan apa yang berlaku di negara ini," sambungnya.
Adalah Philip Hollobone, anggota parlemen Inggris dari kelompok Konservatif yang mengajukan draft undang-undang untuk membatasi setiap orang yang mengenakan penutup wajah di tempat-tempat umum.
Hollobone mengatakan, ia akan menolak bertemu dengan muslimah yang mengenakan cadar, kecuali muslimah itu membuka cadarnya. (ln/wb/eramuslim)
Menteri Imigrasi: Larangan Cadar Bertentangan dengan Karakter Negara Inggris
Di negara tetangga Perancis, Inggris, boleh tidaknya mengenakan cadar masih menjadi kontroversi bahkan di kalangan pejabat pemerintahan negeri itu. Menteri Imigrasi Inggris, Damian Green, termasuk pejabat Inggris yang tidak setuju jika Inggris juga memberlakukan larangan perempuan, khususnya para muslimah, mengenakan cadar. Ia menyatakan, larangan semacam itu sama sekali tidak mencerminkan karakter negara Inggris yang menjunjung tinggi sikap toleransi dan saling menghormati dalam kehidupan bermasyarakat.
"Mengatur orang soal apa yang boleh dan tidak boleh mereka kenakan saat mereka berjalan-jalan di luar rumah, adalah tindakan yang tidak sesuai karakter negara Inggris," kata Green pada Sunday Telegraph. "Kita sangat tidak menginginkan parlemen Inggris membuat aturan hukum yang mendikte apa yang harus dikenakan seseorang. Berbeda dengan Perancis, dimana cadar dinyatakan terlarang dikenakan di tempat-tempat umum, Inggris bukan negara sekuler yang agresif," tandas Green. Ia menambahkan, ada situasi-situasi khusus dimana seseorang yang mengenakan cadar boleh diminta untuk melepas cadarnya.
Di Inggris, wacana agar pemerintah Inggris juga mengeluarkan undang-undang yang melarang seseorang mengenakan cadar di tempat-tempat publik, digulirkan oleh anggota parlemen Philip Hollobone. Sebuah survei yang dilakukan di Inggris baru-baru ini menunjukkan dukungan yang luas dari respondennya atas usulan pelarangan cadar. Tapi Green menegaskan, kecil kemungkinan pemerintah Inggris akan menyetujui larangan cadar seperti yang diberlakukan negara Perancis. (ln/Indp/eramuslim)
sumber artikel: wahdah islamiyah