Tuntunan Ibadah Qur’ban
Berdasarkan Putusan Tarjih Muhammadiyah
Oleh : Tohari bin Misro, S,sy, S.Th.I
Tulisan ini diambil dari buku Tuntunan Ibadah Dibulan Dhulhijjah, Majlis Tarjih Dan
Tajdidi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta, dan buku Tuntunan
Idain & Qurban Majelis Tarjih Dan Tajdidi Pimpinan Pusat Muhammadiyah.saya mengharap makalah ini bermanfaat
bagi jamaah majlis taklim sekaligus ikut menyebarkan dan menyampaikan pada
masyarakat kaum Muslim khususnya warga persyarikatan Muhammdiyah. semoga
menjadi amal jariyah penulis dan jamaah yang menyebarkannya. Dan juga
penulis mengharap Allah senantiasa memberi taufiq dan hidayah-Nya serta
mengampuni dosa-dosa penulis. Amiin …
- Udhiyyah (Penyembelihan Binatang Qurban)
a.
Pengertian
Udhiyyah
اْلأُضْحِيَةُ هِيَ إِسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ اْلإِبِلِ
وَالْبَقَرِ والْغَنَمِ يَوْمَ النَّحْرِ
وَأَيَّامِ التَّشْرِيْقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ
“Al-Udhhiyyah adalah nama bagi binatang yang disembelih
baik unta, sapi dan kambing pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) dan pada hari-hari
Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt”.
b.
Dasar Hukum
Berqurban
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثََر، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ.{الكوثر:1-3}
“Sesungguhnya Kami (Allah) telah
memberi engkau (ya Muhammad) ni’mat yang
banyak. Sebab itu shalatlah engkau karena Tuhanmu dan sembelihlah (kurbanmu).
Sesungguhnya orang yang membencimu akan musnah”. (QS. Al-Kausar:1-3)
Dan Firman-Nya:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ {الحج: 34}
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan
penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang
Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk
patuh (kepada Allah)”. {QS. Al-Hajj : 34}.
Juga berdasarkan hadits Rasulullah SAW
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا
يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang memiliki keleluasaan harta dan
tidak menyembelih hewan qurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami”
(HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
c.
Hukum Berqurban
Menurut mayoritas ulama, menyembelih
hewan qurban hukumnya sunnah muakkadah (anjuran yang ditekankan), bahkan
bagi orang yang mampu (kaya), sebagian ulama menghukuminya wajib, berdasarkan
hadits di atas.
Namun demikian, terkait dengan
kriteria orang mampu merupakan persoalan yang masih diperbincangkan. Menurut
para ulama’ ada beberapa kriteria untuk menggolongkan seseorang itu dianggap
mampu, yaitu:
1) Menurut sebagian ulama’, seseorang itu dianggap mampu
jika telah memiliki uang mencapai nishab zakat.
2) Menurut ulama’ lain, seseorang itu digolongkan mampu jika
dapat membeli seharga hewan qurban.
Sedangkan orang yang telah bernadzar
akan berqurban, maka dia wajib melaksanakan nadzar tersebut. Hal itu
berdasarkan hadits Nabi saw:
مَنْ نَذَرَ اَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ {رواه
البخارى ومسلم}
“Barang siapa bernadzar untuk taat kepada Allah, maka
laksanakanlah nadzarnya itu”. (HR.Bukhari dan Muslim)
d.
Tatacara Berqurban
1)
Binatang Qurban
a) Hewan yang dapat untuk berqurban adalah bahimatul
an`am (bintang ternak), yakni kambing (termasuk domba dan biri-biri), sapi
(termasuk kerbau) dan unta.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ
جَعَلْنَا مَنْسَكًا
لِيَذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ عَلَى
مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ
إِلَهٌ وَاحِدٌ
فَلَهُ أَسْلِمُوا
وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada
mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah
kamu kepada-Nya. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah). {QS. Al-Hajj : 34 }
b)
Kriteria
Binatang Qurban.
Kriteria ini dapat dilihat dari dua
aspek, yakni kriteria pertama, secara fisik, yakni hewan untuk Qurban
hendaknya yang baik dan tidak cacat. Dengan demikian, hewan yang tidak memenuhi
sebagai hewan qurban ada empat, yaitu (a) al-‘Auraa (yang jelas
cacatnya); (b) al-Maridhah (hewan yang sakit); (c) al-‘Arja`
(hewan yang pincang); (d) al-Ajfaa (hewan yang sangat kurus dan tidak
berdaging).
عَنْ
عُبَيْدِ ابْنِ فَيْرُوْزَ سَأَلْتُ الْبَرَّاءَبْنِ عَازِبٍ مَالاَ يَجُوْزُ فِى
اْلأَضَاحِى فَقَالَ: قَامَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ:أَرْبَعٌ لاَتَجُوْزُ فِى اْلأَضَاحِى: اْلعَوْرَاءُ بَيِّنٌ
عَوْرُهَا وَالْمَرِيْضَةُ بّيِّنٌ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا
وَالْكَسِيْرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى
Dari Ubaid
bin Fairuz , saya bertanya pada al-Barro bin Azib tentang sifat-sifat apa saja
yang menyebabkan tidak bolehnya pada binatang qurban. Ia menjawab:Bahwa
Rasulullah SAW. berada di antara Kami kemudian beliau bersabda: Empat macam
binatang yang tidak boleh dijadikan binatang Qurban, yaitu binatang yang buta
lagi jelas butanya, yang sakit lagi jelas sakitnya, yang pincang lagi jelas
kepincangannya, dan binatang yang kurus kering dan tidak bersih”. (HR. Abu Daud)
Sedangkan kriteria kedua,
adalah dari segi umur. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa hewan yang memenuhi
untuk berqurban, yaitu (a) unta yang sudah berusia 5 tahun; (b) sapi yang sudah
berumur 2 tahun; (c) kambing yang sudah berumur 1 tahun. Namun demikian dalam
masalah umur hewan qurban ini tidak bersifat mutlak, artinya seandainya tidak
dimungkinkan untuk mendapatkan hewan
qurban seperti kriteria usia tersebut, maka boleh berqurban dengan hewan yang
masih muda.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ
عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
Dari Jabir, ia berkata. Rasulullah saw bersabda:
“sembelihlah hewan qurban musinnah (yang berumur), apabila terpaksa (tidak
mendapat kan) maka sembelihlah hewan jada’ah (umur kurang dari satu tahun)”.
(HR. Muslim).
c)
Jumlah Hewan
Qurban
Bagi seseorang yang hendak
berqurban, maka cukup baginya menyembelih seekor kambing untuk dirinya (termasuk
keluarganya). Sedangkan seekor sapi mencukupi untuk 7 orang (termasuk
keluarganya).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ
الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Dari
Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata:”Kami menyembelih hewan qurban bersama
Rasulullah pada saat (perang) hudaibiyah, berupa badanah untuk tujuh orang dan
sapi untuk tujuh orang (HR. Muslim)
عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ
كَانَتْ الضَّحَايَا فِيكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَ كَمَا تَرَى {رواه
إبن ماجه}
Dari Atho bin Yasar, ia berkata: Aku bertanya kepada Abu
Ayyub al-Anshari, bagaimana (jumlah) kurban kalian pada masa Rasul. Dia
menjawab: Pada masa Nabi seorang menyembelih satu kambing untuk dirinya dan
keluarganya. Kemudian mereka makan dan sebagiannya diberikan kepada orang lain.
Lalu masyarakat menikmatinya sebagaimana yang engkau saksikan. (HR. Ibnu
Majah).
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا
فِي الْجَزُورِ عَنْ عَشَرَةٍ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami pernah bepergian
bersama Rasulullah saw, bertepatan dengan ‘Idul Adha, lalu kami menyembelih
seekor al-Jazur (unta) untuk sepuluh orang dan satu sapi untuk tujuh orang.
(HR. Ibnu Majah).
2)
Waktu Penyembelihan
Waktu penyembelihan hewan qurban
dilaksana kan seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai menjelang terbenam
matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ {رواه
أحمد}
“Dari Jubair bin Muth’im, bahwasanya nabi saw
bersabda:”...semua hari tasyriq adalah waktu penyembelihan (hewan qurban) (HR.
Ahmad) Dari al-Barra’, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi khutbah lalu berkata:
“Sesunggunya amalan pertama yang kita mulai hari ini adalah shalat, lalu
pulang, lalu menyembelih. Barang siapa yang mengerjakannya, maka dia telah
mengikuti sunnah kami. (HR. Jamaah).
3)
Petugas Penyembelih
Penyembelih hewan
qurban diutamakan orang yang berqurban sendiri (shahibul qurban).
Apabila tidak mampu, maka penyembelihannya dapat dilakukan orang lain. “Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra
menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan
memerintahkan pula agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada
orang-orang miskin dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada
penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
4)
Cara Menyembelih
Penyembelihan hewan qurban harus
memenuhi syarat dan tata cara sebagai berikut:
a) Menggunakan alat penyembelih an yang tajam. Dari
Syadad bin Aus, ia berkata, ada dua hal yang sentiasa saya jaga yang berasal
dari Rasul saw, yaitu beliau bersabda: sesungguhnya Allah memerintahkan untuk
berbuat kebaikan (ihsan) kepada segala sesuatu, maka bila kamu membunuh,
gunakan cara terbaik dan bila menyembelih pakailah cara yang terbaik dan
hendaklah ia mengasah pisaunya agar baik penyembelihannya. (HR. Muslim)
b) Memutuskan tenggorakan (saluran pernafasan) dan
kerongkongan (saluran makanan) yang ada di leher. “Dari
Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda:”…..(dalam menyembelih) hendaklah
memotong urat nadi yang ada dalam leher dan tenggorokan”. (HR.
Ad-Daruquthni)
“....Dari Ibnu
Abbas, menyembelih itu (hendaklah memotong) urat nadi yang ada dalam leher dan
tenggorokan. Sedangkan menurut Ibnu ‘Umar, Ibnu Abbas dan Anas, apabila
kepalanya sampai terputus maka tidak mengapa”. (HR. Bukhari)
c) Berdoa, lalu dilanjutkan dengan menyembelih hewan qurban.
Adapun doa ketika menyembelih adalah :
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ
مِنْ.... ومن أهله/ أهلها
(sebutkan
nama shahibul qurban) Atau mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا عَنْ ...
وعن أهله/ أهلها
(sebutkan nama shahibul qurban)
Apabila binatang qurban tersebut
sapi atau unta, sedengankan sahibul qurban lebih dari satu orang, maka
doa penyembelihannya sebagai berikut:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ ... و
... و ... ومن أهلهم
(sebutkan semua
nama shahibul qurban)
5)
Orang yang berhak menerima daging qurban (mustahiq)
Orang-orang yang menerima daging
qurban bisa dikelompokkan pada tiga (3), yaitu
a) Orang yang termasuk fakir dan miskin.
b) Orang yang ditunjuk oleh shahibul qurban (baik
yang minta-minta maupun tidak minta-minta).
c) Shahibul qurban (orang
yang berqurban).
“Dari Aisyah ra, ia berkata: “Pernah
penduduk desa datang berduytun-duyun untuk menghadiri qurban pada masa
Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw bersabda: Simpanlah sepertiga dagiung itu
dan sedeqahlah yang tertinggal.” (HR.Abu Dawud)
6)
Hal yang Perlu Diperhatikan Shahibul Qurban.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan shahibul qurban
sejak awal masuk bulan Dzulhijjah hingga penyembelihan, yaitu; tidak memotong
kuku dan tidak memotong rambut. Ini
berdasarkan hadits:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ:
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم قَالَ :إِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ
وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رواه
الْجماعة إلاّ البخارى)
Dari Ummi Salamah ia
berkata, sungguh Rasulullah SAW. Bersabda: “Apabila kamu telah melihat bulan
Dzulhijjah dan akan melakukan qurban, maka hendaklah tidak mencukur rambut dan
kukunya”. (HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari)
7)
Hikmah
Berqurban
Hikmah disyariatkannya qurban antara
lain:
a) Sebagai realisasi ketaqwaan seseorang kepada Allah swt.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah swt dalam surat al-Hajj ayat: 22 sebagai
berikut:
Daging-daging itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridlaan) Allah dan tidak (pula) darahnya, tetapi yang mencapainya hanyalah
taqwa di antara kalian. Demikianlah Allah menundukkannya untuk kamu, supaya
kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya kepadamu, dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang berbuat baik”. {QS. al-Hajj : 37}
b) Merupakan salah satu ibadah yang mendapatkan ganjaran
pahala yang sangat besar dari Allah swt, sebagaimana dijelaskan dalam hadits
Nabi saw:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ
يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا
لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ
الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ
فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا{رواه الترمذى و ابن ماجه والحاكم}
“Tidak ada satupun perbuatan manusia pada hari raya Nahr yang
lebih disukai oleh Allah swt daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban).
Sesungguhnya orang yang berqurban itu akan datang pada hari kiamat dengan
membawa tanduk, bulu dan kuku binatang qurban itu (sebagai bukti). Sesungguhnya
darah yang mengalir itu lebih cepat sampainya kepada Allah daripada jatuhnya
darah ke tanah. Maka berbuatlah sebaik-baiknya dengan berqurban, dengan
mensucikan diri (ikhlas)”. (HR.Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Hakim)
c) Secara sosial, syari’at qurban mengandung nilai
pendidikan agar manusia memiliki rasa empati kepada sesamanya. Dari Jabir bin Abdillah ia berkata: ”Kami menyembelih
hewan qurban bersama Rasulullah SAW. di Hudaibiyah. Seekor unta untuk tujuh
orang dan seekor sapi untuk tujuh orang”. (HR. Muslim, abu. Daud dan Ahmad).
- Persoalan-persoalan Seputar
Ibadah Qurban
a)
Menjual Kulit dan Daging Qurban
Pada prinsipnya, kulit hewan qurban
tidak boleh dijual tetapi harus dibagikan bersama dengan dagingnya. Dalam hal
ini ada beberapa persoalan yang perlu diperhatikan shahibul qurban :
1) Shahibul qurban boleh
memanfaatkan kulit hewan qurban.
2) Shahibul qurban tidak
boleh menjual daging hewan qurban, kulit dan pakaiannya (jilal)
3) Shahibul qurban tidak
boleh menukarkan kulit hewan qurban dengan yang lainnya, seperti daging dan
lainnya. Tetapi mustahiq selain shahibul
qurban boleh menerima, menukarkan kulit dan daging dan boleh pula menjual
kulit dari jatah pembagian hewan qurban yang sudah menjadi hak miliknya.
Ketentuan ketiga
hal tersebut di atas berdasarkan hadits: Sulaiman bin Musa berkata: Zaid bercerita
kepadaku bahwa Abu Sa’id al Khudry ra telah mendatangi keluarganya, kemudian ia
mendapati semangkok besar dendeng dari daging qurban dan ia tidak mau makan
dendeng tersebut. Kemudian Abu Sa’id al Khudry ra mendatangi Qatadah bin
Nu’man, lalu ia menceritakan bahwa Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya aku
memerintahkan agar tidak makan (daging) hewan qurban lebih dari tiga hari
karena untuk mencukupimu, dan sekarang aku menghalalkannya bagimu. Oleh karena
itu, makanlah bagian dari qurban tersebut sekehendakmu dan janganlah kamu
menjual daging qurban. Makanlah olehmu, sedekahkanlah dan manfaatkanlah
kulit-kulit hewan qurban tersebut dan janganlah kamu menjualnya”. (HR. Ahmad. “Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa
Nabi saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula
agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin
dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai
upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
b)
Menyimpan Daging Qurban
Menyimpan daging qurban tidak
dilarang sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
c)
Memberikan Daging Qurban kepada Panitia dan Jagal Sebagai
Upah
Pada prinsipnya, qurban itu
hendaknya dilakukan sendiri oleh shohibul qurban, namun jika tidak bisa
atau ingin menyerahkan kepada orang lain, maka hal itu juga dibenarkan. Namun
demikian, jika melihat hadits-hadits Nabi saw tentang pelaksanaan qurban, maka
tidak dijumpai adanya kepanitiaan secara khusus.
Berbeda halnya dengan masalah zakat
yang secara tegas disebutkan adanya panitia zakat (Amil Zakat)
sebagaimana yang termaktub dalam surat at-Taubah ayat: 60. Tetapi, dalam rangka
efektifitas dan efesiensi pelaksanaan qurban, lembaga kepanitiaan tersebut
boleh saja diadakan. Hal ini dapat difahami dari hadits Nabi saw sebagai
berikut: “Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra
menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan
memerintahkan pula agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada
orang-orang miskin dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada
penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahwa
dalam penyelenggaraan penyembelihan hewan qurban dapat dilaksanakan oleh sebuah
kepanitiaan, tetapi kedudukan mereka berbeda dengan amil dalam penyelenggaraan
zakat. Karenanya, sebagai panitia, mereka tidak berhak menerima upah dari hewan
qurban. Tetapi sebagai individu, mereka berhak mendapatkan bagian sebagaimana mustahiq
pada umumnya.
Begitu pula
halnya dengan tukang jagal (penyembelih), mereka tidak boleh menerima bagian
dari hewan qurban sebagai upah. Namun boleh mendapatkan upah dari sumber lain,
seperti beaya operasional dan lain sebagainya. Tukang jagal boleh menerima
daging qurban dalam kapasitasnya sebagai mustahik, dan bukan sebagai
upah.
Dalam hadits Nabi saw ditegaskan: Dari Ali bin Abi Thalib ra. Ia berkata:
“Rasulullah saw memerintahkan kepada saya agar saya mengurus unta qurban
beliau, membagikan dagingnya, kulitnya dan barang-barang yang merupakan pakaian
unta itu kepada orang-orang miskin, dan saya tidak menerima upah sembelihan
dari padanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ali ra berkata: “Bahwa Rasulullah saw memerintahkan
kepadaku agar membantu (mengurus) hewan-hewan qurbannya dan membagikan keseluruhan
daging, kulit dan pakaiannya dan Nabi-pun memerintahkan agar saya tidak
memberikan sedikitpun (dari hewan qurban) dalam pekerjaan jagal. Ali berkata;
kami memberi upah kepada jagal dari harta kami sendiri”. (HR. Abu Dawud)
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa
Nabi saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula
agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin
dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai
upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
d)
Berqurban dengan Cara Arisan, Urunan dan Patungan
Berqurban dari
hasil arisan pada dasarnya tidak dilarang. Hanya saja bagi anggota arisan yang
telah berqurban tetap mempunyai kewajiban membayar arisan bagi anggota lainnya.
Sedangkan qurban dengan cara urunan (patungan) dianggap sebagai bentuk latihan
berqurban, yang bernilai shadaqah. Mereka dapat dikategorikan sebagai orang
yang belum mampu dan baru dianggap latihan berqurban.
Namun jika
tujuh orang mengumpulkan sejumlah uang guna membeli seekor unta atau sapi untuk
disembelih sebagai hewan qurban, maka hal ini telah memenuhi kreteria seperti
yang dijelaskan oleh hadits Nabi saw:
عَنْ
جَابِرِبْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاْلحُدَيْبَةَ اْلبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍٍ وَ الْبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ
Dari Jabir bin Abdillah ia berkata: ”Kami menyembelih
hewan qurban bersama Rasulullah SAW. di Hudaibiyah. Seekor unta untuk tujuh
orang dan seekor sapi untuk tujuh orang”. (HR. Muslim).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ النَحْرُ فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَعِيْرِ عَنْ عَشْرَةٍ وَالْبَقَرِةِ عَنْ سَبْعَة
Dari Ibnu Abbas ia berkata: ”Kami melakukan perjalanan bersama Rasulullah
SAW. kemudian hari Nahar (Idul Adha) tiba, maka kami bersama-sama melakukan
qurban sepuluh orang untuk seekor unta dan tujuh orang untuk seekor sapi”. (HR.
an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
e)
Berqurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia.
Pada dasarnya berqurban untuk orang
yang sudah meninggal dunia tidak diperbolehkan, kecuali (1) karena ada wasiat
dari si mayit semasa hidupnya; (2) karena ketika masih hidup pernah bernadzar
akan
berqurban.
f)
Menyatukan Qurban dengan Aqiqah
Tidak ada nash yang memperbolehkan menyatukan qurban dan
aqiqah dalam satu kesempatan dan dengan satu hewan. Karena keduanya mempunyai
dasar hukum yang berbeda .
g)
Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
"Pada hari kurban, Nabi SAW menyembelih dua ekor
domba bertanduk, putih mulus, dan telah dikebiri. Beliau menghadapkan keduanya
(ke kiblat) dan berseru, "Sesungguhnya aku hadapkan wajahku pada dzat yang
menciptakan langit dan bumi, di atas millah (agama) Ibrahim yang hanif (lurus),
dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah,
hidup dan matiku, hanya untuk Allah Tuhan semesta alam yang tiada sekutu
bagi-Nya. Dan demikianlah aku diperintah kan dan aku termasuk orang-orang
muslim. Ya Allah, ini (kurban) dariku untuk-Mu atas nama Muhammad dan umatnya.
Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar." Kemudian beliau langsung
menyembelih. (HR. Ahmad).
Diriwayatkan juga dari Nafi',
bahwasannya Ibnu Umar menyembelih hewan qurbannya dengan tangannya sendiri. Ia
bariskan hewan-hewan itu dengan posisi berdiri dan menghadapkan kepalanya ke
arah kiblat. Kemudian dia makan dan memberikan sebagiannya (sebagai sedekah).
Catatan: "menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat bukan syarat, melainkan
hanya sunah hukumnya. Sebab jika merupakan syarat, kenapa Allah tidak
menjelaskannya."
===========
DAFTAR PUSTAKA
1. Tuntunan Ibadah Dibulan Dhulhijjah, Majlis Tarjih Dan
Tajdidi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta,
Cet.I Desember 2007 ( lihat mulai halaman ; 22-55 )
2. Tuntunan Idain & Qurban Majelis Tarjih Dan Tajdidi
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta, Cet.II
Oktober 2011( lihat mulai halaman ; 10-25 )
No comments:
Post a Comment